Pages

Tuesday, December 31, 2013

Five hours to go....

Lima jam menuju pergantian tahun 2014. Acara-acara gosip dan berita di TV udah ramai dengan kalaidoskop untuk tahun 2013. Peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di tahun 2013 sudah pasti menjadi topik utama minggu terkahir di tahun ini. Kalau buat saya pribadi pastinya banyak sekali hal-hal penting yang terjadi dalam hidup saya. Banyak hal bikin seneng, tapi tak sedikit pula yang bikin sedih. Tapi apapun itu, saya selalu inget bahwa seseneng apapun dan sesedih apapun kita, di dalamnya terkandung hikmah dan pembelajaran yang membuat kita lebih baik. Saya selalu percaya bahwa Alloh SWT tidak memberi cobaan di dalam kesedihan, namun cobaan pun terkandung dalam kesenangan yang kita rasakan. Poin pentingnya adalah sejauh mana kita mengingat Alloh SWT dalam semua kondisi yang kita rasakan.

Saya pernah membaca sebuah twit dari @HijabAlila yang sangat memotivasi saya ketika saya sedang bersedih. begini bunyinya "Banyak yang mengasihani diri ketika mendapat musibah, padahal saat itu Alloh SWT sedang perhatian dan sayang-sayangnya kepada kita." Setelah membawa itu, saya pun berfikir bahwa tidak ada alasan untuk bersedih karena Alloh SWT selalu bersama kita. Seperti tertuang dalam QS. At-Taubah :40 “La Tahzan, Innallaha Ma’ana. Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita."

So,, there's no reason for being sad. Waahhhh, malah jadi sedih-sedihan gini ya. Padahal bukan maksud bercerita tentang kesedihan. Hanya ingin sharing tentang apa yang saya lakukan ketika bersedih. ^^

Udah mau tahun baru 2014, ga boleh donk sedih-sedih terus. Soalnya dibalik kesedihan yang mungkin saya rasakan di tahun 2013, terkandung banyaaaaakkkk sekali kegembiraan dan kebahagiaan (bedanya apa?^^) dalam hidup saya. Saya banyak banyak bersyukur atas apa yang Alloh SWT berikan kepada saya. Mungkin jika saya hitung satu persatu tidak akan pernah bisa. Karena Alloh SWT berfirman dalam QS. Ar-Rahman ayat 13, "Which then of the bounties of your Lord will you deny?". Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Soooooo, masih mau ngeluh? No way.... Let's be grateful toward everything we have. ^^

Hal yang paling berkesan dan paling membahagiaan buat saya selama tahun 2013 adalah saya diberi kesempatan oleh Alloh SWT untuk mengunjungi tempat yang paling diimpikan oleh seluruh umat muslim di dunia. Yup, alhamdulillah pada Juni tahun 2013 ini saya berkesempatan menunaikan ibadah umroh di tanah suci Mekah dan Madinah. Semoga someday saya diberi kesempatan lagi untuk mengunjungi Mekah dan Madinah menunaikan dibadah haji bersama suami dan keluarga saya dan yang belum berkesempatan pergi kesana diberikan ijin oleh Alloh SWT untuk menunaikan ibadah umroh dan haji. Aamiin

Mungkin begitu cerita singkat saya selama tahun 2013. Banyak hal yang tidak bisa diceritakan satu persatu. Semoga Alloh SWT memberi kesempatan kepada saya untuk menjadi orang yang lebih baik di tahun 2014. Semoga apa yang belum tercapai di tahun ini bisa tercapai di tahun 2014.
Selamat tahun baru 2014 semuanya!! Semoga Alloh SWT senantiasa memberikan limpahan rahmat dan berkah kepada kita semua. aamiin....

-Gayuh-

Sunday, December 29, 2013

Jakarta's Hidden Paradise #2

Setelah puas dan lelah bersnorkling, kami melanjutkan agenda hari pertama. Kami diajak menjelajah Pulau Tikus yang tak berpenghuni. Sepanjang perjalanan menuju Pulau Tikus, kami melihat beberapa pulau di dekat Pulau Pari. Salah satunya adalah Pulau Tengah. Dari kejauhan terlihat beberapa bangunan yang masih dalam tahap pembangunan di pulau tersebut. Berdasarkan cerita dari guide kami, Pulau Tengah adalah pulau pribadi yang dimiliki oleh Pak Hengki (kalau tidak salah ingat). Mungkin pemilik pulau ini sedang membangun penginapan-penginapan yang nantinya akan disewakan kepada pengunjung. Tapi ternyata bukan hanya penginapan yang dibangun, namun pantai buatan pun dibangun untuk menarik minat pengunjung agar berkunjung ke Pulau Tengah.Ya apapun alasannya, semoga pemilik pulau bisa melestarikan dan menjaga pulau tersebut dengan baik.

Kembali ke Pulau Tikus. Luas pulau tikus mungkin tidak ada separuh dari Pulau Pari. Namun, jelajah pulau kali ini tetap menarik karena pulau ini tidak berpenghuni. Hanya ada satu rumah yang menurut saya baru saja selesai dibangun. Setelah bertanya kepada guide kami, barulah kami tau kalau rumah tersebut sengaja dibangun untuk penjaga pulau ini. Tapi membayangkan sendirian di pulau tak berpenghuni ini saja sudah seram. Salut untuk pak penjaga pulau. I appreciate that, Sir. 


Di Pulau Tikus kami hanya berfoto di spot-spot yang menurut kami bagus. Sayang sekali daerah sekitar pantai sudah terdapat banyak sampah plastik. Hal-hal seperti ini lah yang merusak indahnya pantai dan laut di Indonesia. Banyak sekali masyarakat yang masih kurang tanggap teradap kebersihan dan keindahan pantai dan laut. Jadilah pengunjung yang baik dengan tidak membuang sampah sembarangan. Pantai dan laut di Indonesia adalah milik kita bersama. Jadi marilah kita jaga pantai dan laut kita agar selalu bersih sehingga keindahan pantai dan laut masih bisa kita nikmati. 

Setelah puas berfoto-foto dan bermain air di Pulau Tikus, Mas Saman menawarkan apakah mau lanjut snorkling di spot yang kedua atau lanjut pulang ke penginapan. Awalnya kami ragu-ragu karena beberapa teman sudah kelaparan dan ingin kembali ke penginapan. Saya pribadi masih ingin lanjut snorkling, tapi suara gemuruh petir dan langit yang semakin mendung membuat kami memutuskan untuk kembali ke penginapan. 

Kami melepaskan life-jacket dan menaruh alat-alat snorkling didepan penginapan kami. Dengan baju yang masih basah, kami melanjutkan agenda kami dengan bersepeda ke Pantai Pasir Perawan. Kami pun langsung menceburkan diri ke air dan berfoto-foto. Setelah puas dengan berbagai gaya, akhirnya kami memutuskan untuk mengisi perut kami. Mba Acik dan Dina yang sedari tadi terbayang-bayang makan indom*e di pinggir pantai akhirnya kesampaian juga. Kami mendatangi salah satu warung di pinggir pantai dan langsung memesan indomie goreng dan rebus plus kelapa muda. Alhamdulillah, nikmatnya tak dapat diungkapkan. Makan menu favorit kami dengan pemandangan pantai yang indah di hadapan kami. ^^


Setelah perut kenyang, kami memutuskan untuk kembali ke penginapan dengan mengambil jalan yang lebih jauh dari rute yang biasa kami lewati. Tujuannya hanya satu yaitu ingin mengeksplore Pulau Pari. Kami bersebeda sudah cukup jauh dari pantai. Pada saat kami mau memutar arah ke penginapan, kami mendengar salah seorang pengunjung berteriak ke temannya untuk bersepeda sampai ujung. Saya pun bertanya, 'apaka ada ujungnya?" Orang tersebut pun menjawab, "Ujungnya ada di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)". Saya bertanya lagi, "Bisa liat sunset ga mas disana?" Orang tersebut menjawab lagi, "Bisa, kalau masih ada." Saya pun menawarkan ke teman-teman untuk melihat sunset. Untunglah semua tertarik untuk mengejar sunset. Untuk melihat sunset, kami harus berjalan kami ke Dermaga LIPI yang terletak di bagian paling barat Pulau Pari. Mulut ini tak henti-hentinya mengucap Subhanalloh melihat keindahan sunset pada sore itu. Saya pribadi memang sangat menyukai sunset dan sunrise. Jadi saya merasa antusias untuk melihatnya.
Pantai Pasir Perawan yang tenang

Ilalang disekitar Pantai Pasir Perawan

Jalan menuju ujung dermaga cukup panjang dan hanya bisa dilalui 2 orang. Sehingga satu jalur untuk ke arah dermaga, dan satunya lagi untuk orang-orang yang kembali dari dermaga. Sunset sore itu benar-benar indah. Warna orange memenuhi luasnya langit dan pantulannya membuat lautnya juga berwarna orange. Karena kami khawatir pada saat kami sampai di ujung dermaga sunsetnya sudah hilang, maka kami memutuskan untuk berhenti di tengah-tengah perjalanan kami dan berfoto di pinggir pantai di sebelah jalan menuju dermaga. Semakin sore semakin orange warna langitnya dan semakin indah juga sunsetnya.



Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 18.30 WIB dan langitpun semakin gelap. Baju kami yang basah hampir setengah kering. Untunglah kami tidak masuk angin karena itu. Setibanya dipenginapan, antrian mandi pun disusun. Mba Arfie dan Mba Astrie mengajukan diri untuk menjadi urutan pertama. Saya, Mba Acik, dan Dina menunggu di luar. Tiba-tiba makan malam kami datang. Saya dan Mba Acik pun menyantap makan malam kami dahulu sambil menunggu antrian mandi. Menu malam ini cukup istiwewa. Ada cumi goreng tepung, sayur sop, sambel dan tak lupa kerupuk. Makanannya hoommeeyyy sekali. Entah karena kami yang sedang lapar atau memang rasanya enak. Kami pun makan dengan lahapnya. Tapi apapun alasannya, we liked the menu. ^^


Agenda kami pada hari pertama ternyata cukup menguras tenaga. Hal itu dibuktikan dengan teparnya saya dan teman-teman. Sehabis mandi, kami langsung rebahan di atas kasur di depan tivi. Mba Acik bahkan mungkin sudah tertidur sebentar. Sebenarnya, kami masih punya 1 agenda lagi malam ini yaitu Barbeque. Niat awalnya kami ingin proses bakar-bakar ikan dan cuminya. Tapi karena kami sudah kecapean, akhirnya kami hanya menunggu Mas Saman mengabari kami bahwa ikan dan cumi nya sudah siap untuk dihidangkan. Saya, Dina dan Mba Acik keluar dan mendekati tempat membakar ikan dan cumi. Dan ternyata benar, Mas Saman dan beberapa guide sudah selesai membakar ikan dan cumi. Saya dan teman-teman membawa jatah kami ke depan penginapan dan makan bersama disini.

Selanjutnya kami tidur-tiduran di depan tivi sambil menunggu Westlife-The Farewell Tour yang ditayangkan di salah satu TV swasta pada pukul 23.00 WIB. Ternyata kami semua penggemar beratnya Westlife kecuali Mba Arfie. Selesai menonton konser, kami beranjak untuk tidur. Mba Arfie dan Mba Astrie tidur di kamar sedangkan saya, Mba Acik dan Dina tidur di depan TV.

Well, that was our agenda in day 1. What a holiday!! Thanks Alloh SWT... :)



-Gayuh-

Jakarta's Hidden Paradise #1

Obrolan ringan dengan teman-teman kantor siang itu tentang Kepulauan Seribu ternyata bukan hanya isapan jempol. Siang itu saya menyampaikan ke seorang teman bahwa saya ingin berlibur ke salah satu pulau di Kepulauan Seribu. Keinginan tersebut muncul setelah melihat teman SMA saya mengunggah foto-foto liburannya pada media sosial di Pantai Pasir Perawan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Saya langsung jatuh cinta dengan putihnya pasir dan lautnya yang indah. Saya pun mencari 'pasukan' yang bisa diajak untuk berlibur kesana. Kebetulan pada liburan natal selama dua hari kali ini, saya tidak mudik. Munculah wacana untuk berlibur ke Pulau Pari bersama teman-teman kantor saya. Alhasil ada 5 orang termasuk saya yang fix bersedia untuk berlibur ke Pulau Pari. 

Saya pun mulai mencari travel agent yang terpercaya untuk membawa kami berlibur ke Pulau Pari. Beberapa travel agent yang saya hubungi rata-rata menawarkan paket yang sama, yaitu tiket kapal PP, sewa sepeda, sewa alat snorkling, kapal untuk snorkling, makan 3x, penginapan AC plus camera underwater. Singkat cerita, kami memilih Mba Mei sebagai travel agent kami. Harga yang ditawarkan sebenarnya cukup murah yaitu Rp 350.000,- per orang jika jumlah kami sebanyak 10 orang. Namun karena kami hanya berlima, maka harga yang ditawarkan pun lebih mahal yaitu Rp 500.000,-. Setelah semua setuju, kami membayar DP sebesar 50% ke Mba Mei pada hari Jumat tanggal 20 Desember 2013. Musim hujan yang sedang melanda Jakarta dan sekitarnya sempat membuat kami ragu. Namun, dengan tekad yang bulat dan iringan doa kepada Alloh SWT, kami pun mantap untuk berlibur ke Pulau Pari.
Hari Selasa, 25 Desember 2013 pukul 04.45 WIB, Mba Arfie bersama taksi pesanannya berangkat dari kosannya dan menjemput saya di kosan saya. Kami pun langsung berangkat menuju Pelabuhan Muara Angke, tempat dimana kapal yang mengangkut kami ke Pulau Pari berlabuh. Sementara itu, Mba Acik, Mba Astrie dan Dina berangkat dari arah yang berbeda dan menuju ke pelabuhan yang sama. Sekitar pukul 06.00 WIB, kami berkumpul di SPBU dekat pelabuhan untuk bertemu dengan Pak Jamal, orang yang akan mengantar kami ke kapal. Setelah semua berkumpul, kami pun diantar oleh asisten Pak Jamal menuju kapal yang mengantar kami ke Pulau Pari. Terdapat banyak kapal yang akan menuju pulau-pulau di Kepulauan Seribu. Kapal-kapal yang berada di pinggir dermaga sudah hampir dipenuhi penumpang. Perasaan sedikit kecewa pun melanda kami karena kami tidak bisa mencari tempat yang nyaman untuk duduk. Satu per satu kapal kami lewati. Ternyata kapal yang mengantar kami berada di paling luar dari dermaga. Kapalnya pun masih kosong. Akhirnya kami mencari tempat di atas untuk menghindari mabuk laut. Sambil menunggu penumpang lain, kami berfoto-foto di atas kapal. Terlihat sekali kegembiraan kami menyambut liburan kami kali ini. Mungkin karena jadwal yang padat di kantor akhir-akhir ini membuat kami ingin refresing melepas penat.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya kapal pun berangkat pukul 07.30 WIB. Perjalanan ditempuh dengan waktu kurang lebih 2 jam. Yeeeyyyyy,,, finally,, Pari Island!!!

Setibanya di Pulau Pari, kami disambut oleh Pak Firman, perwakilan dari travel agent kami. Kemudian, Pak Firman mengenalkan kami pada tour guide kami yaitu Mas Saman. Kami pun diantar ke penginapan kami yang berada persis dipinggir pantai dengan sepeda yang sudah siap di depan penginapan kami. Mas Saman menjelaskan sedikit tentang agenda kami siang itu dan mempersilahkan kami untuk istirahat sejenak sambil menunggu makan siang. Mba Arfie adalah orang yang paling rajin diantara kami. Dia sangat tidak tahan dengan kondisi rumah yang masih kotor dan lengket. Dia pun langsung menyapu dan mengepel lantai. Yang lain ikut membantu sedikit dengan doa. ^^

Okeeee,, rumah sudah bersih dan waktu masih menunjukkan pukul 10.00 WIB. Kami pun tak mau menyia-nyiakan waktu kami dengan berdiam diri di rumah. Sambil menunggu makan siang, kami memutuskan untuk berkeliling pulau dengan naik sepeda. Tujuan pertama kami adalah Pantai Pasir Perawan karena lokasinya sangat dengat dengan penginapan. Sebelum pintu gerbang pantai, kami melewati padang ilalang yang pastinya tidak akan kami lewatkan tanpa berfoto. Padang ilalang ini mengingatkan kami pada beberapa lokasi yang terdapat pada drama-drama Korea. Kami pun membayangkan adegan Song Hae Gyo dan Rain yang bersepeda dipinggir pantai di drama Full House. Kami pun berfikiran sama kalau ilalang ini cocok untuk foto pre-wedding. Aaahh,, khayalan kami sudah terlalu jauh tampaknya. Kami pun melanjutkan perjalanan kami ke pantai. Untuk masuk ke lokasi pantai, pengunjung dikenai tarif sebesar Rp 3.500,-. Dengan tarif semurah itu, pengunjung diijinkan keluar masuk pantai tanpa harus membayar lagi hanya dengan menunjukkan potongan tiket yang didapat tadi. Besoknya, kami tidak dikenakan biaya masuk alias gratis ke pantai karena sudah ditanggung travel agent kami.

Seperti namanya, Pantai Pasir Perawan benar-benar masih perawan karena kondisi pantai yang masih bersih dan belum banyak pengunjung. Kami benar-benar jatuh cinta dengan pantai ini. Pasirnya masih putih, airnya masih jernih dengan ombak yang sangat tenang. Pantai ini juga dikelilingi oleh hutan bakau yang membuat kami merasa seperti pantai pribadi kami. Anak-anak dan beberapa pengunjung dengan tenang berenang dan bermain pasir tanpa takut ada ombak. How I love this atmosphere so much. It was so calm, so peaceful and so cheerful.

Setelah puas berfoto-foto dan melihat-lihat sekeliling, tiba-tiba perut kami memerintahkan untuk kembali ke penginapan. Tak berapa lama, Mas Saman mengantar makanan kami. Menu kami kali ini ada nasi putih, sayur lodeh, ikan goreng, kerupuk, dan sambal. Tak lupa ada semangka sebagai desert kami. Makanan kami disajikan secara prasmanan. Kami makan di depan penginapan sambil memandangi laut luas di depan kami. Pengalaman yang jarang kami jumpai di ibukota. 


Setelah selesai makan, kami disuruh bersiap-siap untuk snorkling. Setelah ganti baju dan sholat dhuhur, kami pun siap untuk menikmati indahnya bawah laut di perairan Pulau Pari. I was so excited in snorkling. I was falling in love with the beautiful underwater in Wakatobi. I hoped underwater in Pulau Pari was as beautiful as in Wakatobi. But, unfortunately it wasn't. Setibanya di spot snorkling yang pertama, saya sedikit kecewa karena terumbu karang yang saya lihat tidak sebagus di Wakatobi. Namun, hal tersebut tidak membuat saya berhenti snorkling. Saya bersyukur masih ada ikan-ikan kecil lucu berwarna warni yang melintas di depan saya. Mas Saman meminta kami mengeluarkan roti yang kami bawa untuk diberikan kepada ikan-ikan. Alhasil, ikan-ikan pun berkumpul diantara saya dan teman-teman. Karena ada beberapa yang tidak bisa berenang, kami pun saling berpegangan saat snorkling. Kami tak henti-hentinya tertawa karena ulah kocak kami. Ada yang tidak bisa melawan arus, ada yang tidak bisa menggunakan goggle dan mask, serta banyak lagi kehebohan-kehebohan kami selama snorkling. 



Saya tidak melewatkan kesempatan untuk berfoto memegang karang (mungkin ini tren foto saat snorkling ^^). Saya pun melepas life-jacket saya dan berusaha menahan nafas selama beberapa detik untuk masuk lebih dalam ke bawah laut sambil memegang karang. Done!!! Foto andalan pun berhasil setelah beberapa kali mencoba. Saya kembali ke teman-teman saya untuk bersnorkling bersama.hehehe. Setelah lelah ber-snorkling dan bermain air, akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke kapal dan istirahat sejenak di atas kapal sebelum melanjutkan agenda selanjutnya.


...to be continued...

-Gayuh-

Thursday, December 19, 2013

Unplanned Writing

Lagi jobless dikantor, iseng-iseng browsing plus googling cari-cari info buat rencana liburan natal ke Kepulauan Seribu. Eh, pas liat-liat foto-foto di Kepulauan Seribu di google, ga sengaja liat foto temen di Pulau Harapan. Langsunglah aku klik tautan foto itu. Ternyata fotonya ada di blog dia. Niat awal cuma mau baca tentang cerita dia liburan plus foto-fotonya, eh malah keterusan baca-baca tulisan-tulisan dia. Emang dasar kepo. hehehe. 

Sebenernya bukannya kepo, tapi tiba-tiba inget sama blog ini. Tiba-tiba ngerasa 'i have so many things to be written'. Terakhir nulis soal Toraja. I even haven't written my precious trip to Mecca and Medina on June. Then, my duty to visit Ambon, Maluku and North Sumatera. Owh,,,rasanya kalo pas lagi tugas, udah sering ngebatin 'ah besok aku mau nulis begini begini dan begini'. Tapi sering banget juga pas udah balik ke Jakarta dan udah di depan laptop plus udah buka www.blogger.com, ujung-ujungnya naluri nulisnya ilang. Kadang bingung mau dimulai darimana. Ujung-ujungnya baca-baca blog yang aku follow. hehehe. Yah, begitulah saya. ^^v

Tapi memang sudah menjadi rahasia umum kalo katanya nulis itu susah. Yes, it is and I do agree about it. But, it doesn't mean can't be tried. Actually, I do love writing. I ever joined an organization in my college and I was put in Media Department which is related to journalism. So, my task was to write the articles for wall magazine, booklet or even magazine. All of them are written in English. I was push not only to write a good article, but also to ensure that my articles are free from grammatical errors. Two years in this department gave me so many knowledge. I learned about writing, interviewing the speaker, hunting the news, making a concept of wall magazine and the last but not least, I learned how to make a design with Corel Draw. Owhh, that made me fell in love with graphic design.

Well, that was my story about my interest in writing. Unfortunately, after graduate from college, I didn't continue my interest to work as a journalist. I was more interesting with accounting. But, that is also not my job. hehehe. I follow my parents interest for being the Civil Servants. And yes, this is I am, one of the Civil Servant in one of Ministry in Indonesia. Even, I am not a journalist or accounting, but I enjoy my job. There are a lot of things that I never see, know and learn before. Especially about civil engineering. I wrote the other things in this blog.

Waahh,, ga kerasa udah bisa nulis empat paragraf aja. Padalah ga ada tema khusus untuk tulisan aku yang satu ini. Emang ya kalo follow the flow itu santai. Kita nulis semau otak, hati dan tangan. Kalo yang pernah aku baca soal gimana cara ngilangin males nulis adalah dengan maksa diri kita sendiri buat nulis. Dan mesti ditekanin kalo nulis itu ga harus dengan bahasa baku atau teratur (ini khusus nulis di blog). Kalo tulisan untuk presentasi di kampus atau kantor pastinya harus dengan tulisan yang baku doonk. hihihihi. 

Okayyy,, mungkin sudah harus diakhiri ni tulisan yang tanpa arah dan tema. Well, the conclusion is..........let's write!! Whatever the topic is, whatever the story is, and whatever the ways of writing is. Make writing as our habit!! *kalo ini aku juga akan berusaha ^^ fightiiinggggg!!!!


-Gayuh-
19122013


Tuesday, November 12, 2013

Merinding Sepanjang Hari

Setelah sekian lama salah seorang teman merekomendasikan blognya Pandji Pragiwaksono untuk dibaca, akhirnya hari ini saya sempatkan membuka dan membaca blog tersebut. Mungkin sebagian orang sudah tau siapa itu Pandji lewat aksinya di Stand Up Comedy. Pandji sering membawa materi yang berbau politik dalam lawakannya di Stand Up Comedy. Yuppps, dia merupakan salah satu dari warga Indonesia yang memimpikan Indonesia menjadi lebih baik kedepannya. Dari beberapa artikel dalam blognya, saya pun terpaku pada satu artikel yang bercerita tentang Bapak Anies Baswedan (AB). Dalam tulisannya, Pandji secara gamblang mendukung AB untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden. Saya pun dibuat merinding atas penjelasan-penjelasannya mengapa Pak AB layak untuk didukung. Kontribusinya di bidang pendidikan tidak diragukan lagi. Namun, apakah dengan hal tersebut beliau mampu untuk memimpin bangsa ini? Selama ini saya masih punya asumsi pribadi bahwa orang-orang yang bersih dan pintar dibidang akademis sebaiknya jangan terjun di dunia politik. Karena pada akhirnya mereka akan ikut masuk ke dalam sistem politik yang nantinya akan membuat mereka melupakan idealisme mereka. Tapi sekali lagi itu pendapat atau asumsi pribadi saya yang belum dilandasi riset. Saya hanya melihat ada beberapa orang yang akhirnya terjebak ke dalam suatu sistem yang masih perlu dibenahi. Atau mungkin ini merupakan asumsi pesimis saya yang beranggapan bahwa politik dan demokrasi di Indonesia tidak akan pernah membaik walaupun banyak orang-orang bersih dan kompeten yang belum masuk wilayah perpolitikan Indonesia. Entahlah, tapi dari lubuk hati yang paling dalam, saya selalu berdoa untuk Indonesia yang lebih baik. Semoga someday it would happen. aamiin...

Kembali lagi ke Pandji. Dalam tulisannya dia berhasil menjelaskan siapa sebenarnya sosok Anies Baswedan. Sosok yang ternyata tidak hanya mampu mengajak sebanyak 40.200 muda-mudi Indonesia untuk menjadi Pengajar Muda yang ditempatkan di pelosok-pelosok negeri ini, namun menurut Pandji, Anies Baswedan adalah seorang yang dengan track record yang bagus dan bersih. Saya pribadi memang hanya mengenal sosok Anies Baswedan sebagai pelopor terbentuknya Gerakan Indonesia Mengajar. And that is the thing that makes me admire on him so much. His idea is so brilliant. Besides him, I also admire on Jokowi. Semua pasti tau kenapa. Menurut saya, beliau benar-benar ingin menjadi Gubernur DKI Jakarta karena ingin memperbaiki Jakarta. Apa saja yang sudah dilakukan? Saya tidak perlu menyebutkannya satu persatu. Silahkan anda google pasti banyak berita tentang beliau dan wakilnya dalam memperbaiki Jakarta. 

Well, cerita tentang orang-orang calon pemimpin negeri ini memang membuat saya merinding. Selain karena kontribusi mereka dalam memperbaiki Indonesia, ternyata masih banyak orang-orang yang mendambakan Indonesia mempunyai pemimpin yang bersih dan bisa dipercaya rakyat. Mari kita gunakan hak pilih kita dalam Pemilu 2014 untuk benar-benar memilih yang terbaik. Semoga yang terbaik tersebut dapat lolos mencaji calon presiden dari partai yang menaungi mereka. Sekian, adios!!! 


-gayuh-
12112013

Thursday, November 7, 2013

Masih di Tana Toraja

Setelah kemarin melaksanakan tugas di Toraja Utara dengan medan yang sangat sulit tapi seru, akhirnya hari ini tanggal 2 Juni 2013, saya dan rekan-rekan satu tim harus kembali ke Makassar. Namun sebelum kembali kesana, kami menyempatkan untuk mengunjungi dua situs kebudayaan yang terdapat di Tana Toraja. Tempat pertama adalah Londa yang merupakan salah satu tujuan utama wisatawan mengunjungi Tana Toraja. Bahkan beberapa orang mengatakan bahwa "anda belum mengenal Toraja sampai anda mengunjungi Londa". Londa adalah sebuah tebing yang digunakan sebagai makam bagi suku Toraja. Suku ini terkenal memiliki budaya yang unik dalam menghormati dan memakamkan kerabat mereka yang meninggal. Mayat tersebut akan dimasukkan ke dalam peti mati dan kemudian akan disimpan di dalam gua batu atau tebing batu setelah sebelumnya telah melewati upacara pemakaman adat yang mahal (Rambu Solo).


Londa berada di Desa Sandan Uai, Kecamatan Sanggalangi. Lokasi ini dengan mudah dapat dicapai dengan menggunakan bemo, ojek, mobil atau motor sewaan. Untuk sampai ke tebing tempat pemakaman tersebut, kami harus menuruni anak tangga yang lumayan banyak. Sesampainya di bawah tebing, suasana mistis sudah mulai terasa karena beberapa peti mati (erong) yang diletakkan di atas tebing dan beberapa tengkorak pun sudah bisa terlihat. Di sisi lain tebing terdapat beberapa patung kayu (tau-tau) replika mayat yang disimpan di dalam tebing. Berdasarkan cerita dari guide kami, hanya orang-orang yang mempunyai kasta tinggi yang bisa dibuatkan patung replika tersebut dan dipajang disebuat etalase tanpa kaca di atas tebing. Patung-patung tersebut dipajang di dalam sebuah kotak yang terlihat seperti jendela sebuah rumah. Sehingga dari kejauhan pengunjung bisa melihat patung-patung ini. 


Setelah puas melihat sekeliling, kami pun sudah ingin masuk ke dalam gua tebing ini. Kami masuk didampingi oleh seorang guide yang membawa lampu petromax karena kondisi gua yang sudah pasti gelap. Keuntungan lain dengan menyewa guide tersebut adalah kami mendapat penjelasan tentang budaya dan asal muasal tempat ini. Waloupun aura mistis tidak bisa lepas dari tempat ini, tapi kami tidak merasa takut untuk berfoto diantara peti mati dan tengkorak yang terletak di sela-sela tebing. Beberapa peti mati ditaruh di bagian atas gua dengan ditopang oleh kayu. Peti mati yang disimpan di bagian atas tebing adalah peti mati kaum bangsawan atau orang yang mempunyai kasta tinggi di Toraja. Masyarakat Toraja percaya bahwa semakin tinggi letak peti mati tersebut, maka semakin tinggi derajat jenazah di nirwana. Berdasarkan cerita dari guide kami, di Londa pun ada kisah Romeo dan Juliet. Konon katanya dua sejoli ini tidak direstui oleh keluarga masing-masing. Kemudian akhirnya mereka memutuskan untuk bunuh diri bersama-sama. Dua tengkorak mereka pun disandingkan bersama di salah satu sisi gua ini. 


Setelah puas melihat-lihat isi dari gua, akhirnya kami memutuskan untuk keluar dari gua tebing ini dan selanjutnya menuju ke Kete Kesu yang merupakan objek wisata kedua yang wajib dikunjungi jika berada di Tana Toraja. Kete Kesu merupakan sebuah desa adat yang terdapat banyak rumah adat khas Toraja yaitu Tongkonan. Di tempat ini biasa diadakan upacara pemakaman adat yang dirayakan dengan meriah (Rambu Solo), upacara memasuki rumah adat baru (Rambu Tuka) dan beberapa upacara adat lainnya. Sayang sekali kami tidak beruntung menyaksikan secara langsung uparaca tersebut. Biasanya upacara Rambu Solo diadakan sekitar bulan Juni-Desember yang berlangsung dengan sangat meriah layaknya pesta dan tidak terlihat adanya kesedihan yang menyelimuti keluarga yang ditinggalkan. Semoga suatu saat bisa kembali kesini dan melihat secara langsung upacara adat ini.


Selain rumah adat Tongkonan, di sini juga bisa dijumpai beberapa kerbau yang dipelihara oleh penduduk sekitar. Kerbau (Bos bubalus) memiliki arti yang penting bagi masyarakat Toraja. Kerbau atau dalam bahasa setempat tedong atau karembau tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat (Nooy-Palm, 2003). Selain sebagai hewan untuk memenuhi kebutuhan hidup sosial, ritual maupun kepercayaan tradisional, kerbau juga menjadi alat takaran status sosial, serta transaksi. Dari sisi sosial, kerbau merupakan harta yang bernilai tinggi bagi pemiliknya (Issudarsono 1976). Oleh karena itu setiap upacara Rambu Solo akan ada kerbau yang disembelih yang dipercaya akan menjaga orang yang meninggal tersebut menuju ke nirwana. Semakin banyak kerbau yang disembelih maka semakin banyak yang akan menjaga arwah tersebut. Tentunya tidak sembarang kerbau yang disembelih. Masyarakat Toraja mempunyai kriteria tersendiri untuk menilai mutu dan kualitas kerbau.

Setelah berkeliling melihat-lihat rumah adat Tongkonan dan beberapa kerbau, kami pun diajak ke sisi belakang dari rumah adat ini. Ternyata di Kete Kesu pun terdapat tebing untuk menyimpan mayat-mayat masyarakat Toraja. Kami harus berjalan sekitar lima menit untuk sampai ke tebing tersebut dan kami harus menaiki beberapa anak tangga untuk sampai ke atas. Beda nya dari Londa, kami tidak bisa masuk ke dalam tebing untuk melihat peti mati di dalam. Kami hanya melihatnya dari sisi luar tebing. Banyak peti mati yang digantung di atas tebing dan banyak pula tengkorak yang berserakan di luar tebing. Di sini juga terdapat rumah batu yang dilengkapi dengan patung kayu di depan rumah tersebut. Kemungkinan pemiliknya adalah bangsawan atau orang yang memiliki derajat tinggi di Toraja. Sesampainya kami di atas, tak lupa kami mengabadikannya dengan berfoto.


Walaupun kedua objek wisata yang kami kunjungi mengandung nilai-nilai mistis, tapi saya pribadi selalu excited jika mengunjungi daerah yang masih sarat akan budaya dan adat daerah tersebut. Beruntung sekali kami ini kami bisa mampir ke objek wisata yang benar-benar menggambarkan budaya dan tradisi masyarakat Toraja. Walaupun waktu kami hanya sebentar, but it was fun. Selanjutnya kami harus kembali ke Makassar dan melanjutkan tugas yang belum selesai. Dibutuhkan waktu sekitar 8 jam untuk sampai di Makassar. Sekian tentang Toraja dan sampai jumpa di cerita selanjutnya.


-Gayuh-
02062013

Friday, October 4, 2013

Tana Toraja : Negerinya Orang Mati yang Hidup

Persawahan di Toraja Utara yang masih hijau
Sebutan untuk Tana Toraja seperti yang ada pada judul di atas saya temukan ketika saya mencoba mencari tau tentang Tana Toraja dengan mengetik Toraja di google. Seketika banyak sekali artikel-artikel yang bercerita mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Tana Toraja seperti objek wisata, budaya, dan Bahasa Toraja. Kebetulan, pada bulan Mei akhir sampai Juni awal, saya ditugaskan ke Makassar selama 14 hari. Selama 2 hari 1 malam, tepatnya tanggal 1 dan 2 Juni 2013, saya berkunjung ke Tana Toraja karena ada pekerjaan lapangan yang harus diselesaikan di sana. Saya berangkat bersama ketua tim, rekan tim dan beberapa rekan kerja di Makassar. Kami berangkat dari Kab. Palopo tanggal 1 Juni 2013 pukul 07.00 WITA. Kami melalui perbukitan dengan jalan yang menanjak dan berkelok-kelok. Sepanjang jalan, mata kami disuguhi pemandangan yang indah. Hijaunya pepohonan dan birunya langit sepanjang jalan membuat kami menikmati perjalanan ini. Saat mobil sudah memasuki wilayah Toraja, kami disambut dengan rumah-rumah adat Toraja di kanan kiri kami sepanjang jalan yang menandakan bahwa adat dan budaya di sini masih sangat kental. Saya pribadi selalu excited kalau ditugaskan ke suatu daerah yang mempunyai adat dan budaya yang unik. Selain bekerja, saya juga bisa melihat secara langsung adat dan budaya yang melekat di daerah tersebut.

Batu tempat penyimpanan mayat Suku Toraja
Well, sekitar pukul 11.30 WITA, kami sampai di pusat kota Tana Toraja. Kami langsung menuju hotel untuk check-in dan menaruh barang-barang kami sebelum kami melanjutkan perjalanan ke lokasi pekerjaan. Setelah sholat dan menaruh barang-barang, kami pun melanjutkan makan siang dan langsung menuju ke Toraja Utara untuk melihat proyek pekerjaan Pembangunan Embung Sungai Minangka Toraja Utara. Medan yang kami lalui ternyata cukup sulit. Saat kami sudah memasuki Toraja Utara, jalan sudah tidak beraspal lagi digantikan dengan jalan menanjak berbatu dan jalan tanah berlumpur di beberapa titik. Karena mobil yang kami naiki tidak bisa menanjak dan melewati jalan menanjak berbatu, akhirnya kami pindah ke mobil type 4WD (kalo tidak salah ingat^^). Walaupun jalan yang kami lalui sangat sulit, tapi kami terhibur oleh pemandangan hamparan sawah hijau bertingkat dengan rumah adat dan batu-batu besar tempat penyimpanan mayat-mayat suku Toraja. Untuk hal yang terakhir memang cukup membuat merinding. Tapi desa ini benar-benar masih terasa sangat tradisional. Saya bisa melihat langsung desa adat Toraja dengan budaya nya yang masih kental.

Jalan berlumpur menyebabkan ban mobil selip
Akhirnya setelah melalui jalan yang lebih cocok untuk jalur off-road cukup lama, kami tiba di lokasi proyek sekitar pukul 15.00 WITA. Hujan pun tiba-tiba mengguyur membuat mobil kami semakin susah untuk mencapai lokasi proyek karena jalan yang harus kami lalui menjadi becek dan kalau tidak hati-hati ban bisa selip. Tapi untunglah kami bisa sampai ke lokasi dengan selamat. Kami turun ke pinggir sungai dengan didampingi oleh beberapa pengawas lapangan. Kami pun tak lama singgah di sini karena hujan semakin deras. Hanya mengambil beberapa foto item pekerjaan yang sudah bisa terlihat. Saat perjalanan pulang, mobil yang kami naiki selip di tikungan tajam menanjak karena jalan tanah menjadi sangat becek. Saya turun dari mobil untuk mengambil gambar dan merekam para bekerja dan beberapa warga saat membantu mendorong mobil kami sampai ke atas di jalan yang sedikit kering.

Waktu sudah menunjukkan pukul 16.04 WITA. Langit sudah mulai gelap karena hujan dan kami masih berada di desa yang sangat jauh dari pusat kota. Seketika I felt that I had traveled so far away from my home. Bukan sedih yang saya rasakan, tapi lebih ke grateful karena kesempatan yang diberikan Alloh SWT sehingga saya bisa sampai ke desa terpencil ini. Apa maksudnya? Maksudnya adalah ini akan menjadi pengalaman saya secara langsung pernah mengunjungi suatu desa terpencil di Toraja Utara dengan hamparan sawah yang indah dan simbol adat budaya yang masih kental. 

Setelah berjam-jam melewati jalan menurun berbatu dan berlumpur, ditambah dengan gelapnya malam tanpa lampu jalan di kanan kiri kami, akhirnya kami sampai di pusat kota Tana Toraja. Kami pun langsung mencari warung makan untuk makan malam kami. Kami tiba di hotel sekitar pukul 09.10 WITA dan bergegas membersihkan diri dan tidur karena besok acaranya adalaaaaahhhhhh holidayyyyy!!!^^

seyaaa in the next chapter....

-Gayuh-
01-02062013

Sunday, September 15, 2013

Diving, I'm in love!! #2

Pagi ini saya bersama Mba Lasnita dan Mas Rifky sengaja bangun lebih pagi untuk jalan-jalan pagi di sepanjang pantai dan pastinya untuk menikmati sunrise. Sekitar pukul 05.15 WITA, kami keluar dari kamar dan mulai berjalan ke arah matahari terbit. Lucky us, the sun was rising. Actually, we were quite late to see it from the beginning. But it didn't matter, the sunrise was still awesome. Setelah puas mengabadikan sunrise, kami pun melanjutkan jalan-jalan pagi kami. Kami menyusuri pantai yang berada di kompleks resort tempat kami menginap. Setelah berjalan cukup jauh, kami pun memutuskan untuk kembali. Kali ini kami berjalan di pinggir pantai melewati pasir putih dan sambil bermain air. Ahhhhh,, I was so thankful to Alloh for this chance. Enjoying the fresh air and very beautiful scenery was a rare opportunity. Especially for people who live in Jakarta or another big city in Indonesia. So, we satisfied ourselves when we were here.

Breakfast timeeeee!!! Setelah capek berjalan-jalan pagi, kami pun menuju ke restoran resort untuk menikmati sarapan. Setelah sarapan, kami diajak ke sekretariat diving club di area resort untuk menandatangani semacam availability form yang berisi identitas diri kami dan asuransi yang menanggung kami. Rencana awal kami di Wakatobi adalah ingin ber-snorkling. Tapi tiba-tiba dive master yang akan menemani kami ber-snorkling malah menawari kami untuk diving. Woww,, saya pribadi sama sekali tidak terlintas untuk diving karena snorkling pun belum pernah. Ditambah saya masih belum kebayang untuk diving karena saya masih berfikir kalau diving itu butuh belajar dulu. Seorang diver pasti sudah menguasai teknik bagaimana bernafas di dalam air dengan oksigen dari tabung. Selain itu informasi yang saya dapat dari teman yang hobi diving adalah hanya orang yang bersertifikat diving lah yang dibolehkan untuk diving. Tapi ternyata tidak semua spot diving mensyaratkan sertifikat sebagai syarat untuk diving. Singkat cerita, akhirnya saya dan 6 orang yang tadinya akan ber-diving tiba-tiba berubah pikiran. Kami pun bersedia untuk diving karena kata dive master kami, kalau cuma snorkling kurang puas menikmati keindahan bawah laut Pulau Wangi-wangi ini.

Kami pun mencoba baju dan sepatu katak untuk diving. Yeeyyyy, We were ready for diving. Kami pun berangkat menuju lokasi diving. Sebenarnya tujuan awal kami adalah Pulau Huga. Namun, karena jarak tempuh yang cukup lama dengan menggunakan perahu mesin ditambah waktu kami yang tidak banyak, maka kami putuskan untuk ber-diving di sekitaran Pulau Wangi-wangi saja. Maybe next time, I will visit Pulau Huga.

Ternyata untuk sampai ke lokasi diving hanya dibutuhkan waktu sekitar 20 menit. Kapal mesin yang akan mengantar kami ke lokasi sudah siap di dermaga kecil di Pantai Sombu. Kapal pun berjalan menjauh dari dermaga. Kurang lebih 10 meter dari pantai, kapal pun berhenti. Sang dive master-saya lupa namanya-memberikan instruksi kepada 6 orang diantara kami untuk memakai baju diving. Karena kami semua belum mempunyai sertifikat diving, maka masing-masing dari kami harus didampingi oleh dive master pada saat diving. Dive master yang akan menemani hanya ada dua, jadi kami pun dibagi menjadi 3 kelompok yang masing-masing terdiri dari 2 orang. Saya dan Pak Nasrun mendapatkan kesempatan pertama untuk diving. Rasanya benar-benar takut bercampur penasaran. Saya takut karena belum bisa membayangkan bagaimana bernafas menggunakan mulut dengan oksigen dari tabung. Tapi saya sangat excited membayangkan apa yang akan saya lihat di dasar laut sana. Off course, it because this was my first time diving. ^^ 


Sebelum terjun langsung ke air, kami diberi penjelasan yang panjang mengenai bagaimana menggunakan alat-alat yang akan kami gunakan, kode-kode untuk berkomunikasi dengan dive master dan hal-hal yang boleh dan dilarang saat kami berada di dalam air. Saya benar-benar kesulitasn saat mencoba alat bernafas untuk diving. I almost gave up at that time. Even, my team leader almost persuaded me to cancel it. But, my interest and curiosity was bigger than my fear. So, I kept trying to breath using that tools. Ternyata, kesulitan untuk bernafas menggunakan alat tadi terjadi karena saya menggunakannya di atas air. Pada saat saya mencobanya di dalam air, saya hampir tidak merasakan kesulitan. Apalagi saat saya melihat ke arah terumbu karang di bawah laut sana, kesulitan dalam bernafas pun seperti hilang begitu saja. Saya benar-benar jatuh cinta pada pandangan pertama dengan terumbu karang yang sangat indah itu. Subhanalloh, that was my first word to say when I saw coral reefs in the seabed.


Perlahan-lahan kami menambah kedalaman kami. Semakin dalam, dive master yang menemani saya memastikan saya baik-baik saja. Dia memastikan tekanan di telinga saya tidak ada gangguan. Sebelumnya, dive master menjelaskan bahwa semakin dalam kami diving, tekanan pada telinga kami pun akan semakin kuat. Jadi saat kami merasa telinga kami ada tekanan, kami pun harus melakukan cara yang telah diajarkan oleh dive master kami. Kalo mau diibaratkan bagaimana tekanan di dalam laut itu mungkin seperti tekanan saat kita naik pesawat atau berada ditempat yang tinggi. Mungkin tekanan pada telinga itu rasanya kurang lebih sama.

Well, lanjut lagi ke cerita diving saya. Semakin dalam saya semakin jatuh cinta dengan keindahan bawah laut di Pantai Sombu. Di sini saja terumbu karangnya sudah sebagus ini, apalagi di Pantai Huga dan Tomia. Sekilas saya berfikir seperti itu. Hal yang kurang disini adalah ikan-ikan dan biota lautnya kurang banyak dan beragam. Saya menemukan ikan-ikan kecil dan ular laut. Tak lupa saya mengabadikan mereka dalam kamera anti air yang kami sewa dari dive master kami. Suasana hening di bawah laut benar-benar membuat saya rileks. Sambil selalu memuji ciptaan Alloh, saya terus memandangi terumbu karang sebelum waktu untuk diving selesai. Tak lupa saya pun berfoto-foto bersama terumbu karang yang indah itu.

The time was up!! huaaaa,, ternyata sudah sekitar 30 menit kami menyelam. Benar-benar waktu yang singkat. Saya benar-benar menikmati pengalaman menyelam tadi sampai-sampai waktu kami sudah habis dan harus kembali ke permukaan dan bergantian dengan giliran selanjutnya. Well, I am definitely falling in love with diving. I can't wait for my second time. Hopefully, I have another chance for diving. But before that, perhaps I should have a diving license. ^^

Sesampainya di atas, saya benar-benar speechless. Saya masih tidak percaya apa yang saya lihat tadi benar-benar indah. I wanted mooooreeeeee!!!! ^^ Ketua tim saya yang tadi sempat khawatir pada saya pun menanyakan kondisi saya. Saya pun mencerikatan apa yang saya lihat dan saya rasa. You must try it, Mam!!

Next turn was Mba Nita dan Mas Rifki. Sambil menunggu giliran-giliran selanjutnya, saya pun bergabung dengan teman-teman yang snorkling. Tanpa pelampung, saya memberanikan diri terjun dari kapal. Saya lupa memakai kacamata renang jadi saya kesulitan untuk melihat keindahan bawah laut dengan mata telanjang. Saya pun ke pinggir kapal dan meminta teman saya mengambilkan kacamata renang yang masih tersisa. Dan yaaa,, sekarang saya bisa melihat dengan sangat jelas keindahan terumbu karang di dasar laut sana.

Hampir seharian kami berada di lokasi untuk snorkling dan diving. Makan siang kami juga kami lakukan di atas kapal dengan menu yang sudah kami pesan semalam. Well, diving sudah, snorkling sudah, makan siang sudah. Waktunya kembali ke resort. Sekitar pukul 16.00 WITA kami melabuhkan kapal kami ke dermaga kecil tempat kami berangkat. Mobil yang mengantar kami tadi sudah siap menjemput kami menuju resort. 
Yap, that was the end of our journey in Wakatobi. It was so priceless. So, for you who are interested in diving and snorkling, I suggest to you to visit Wakatobi. 

Keesokan harinya, kami pun harus kembali ke Kendari dan melanjutkan pekerjaan kami yang belum selesai. Untuk kembali ke Kedari, kami memilih menggunakan pesawat terbang untuk menyingkat waktu. Dari Bandara Matahora, Pulau Wangi-wangi, kami pun terbang menuju Bandara Haluoleo, Kendari. Dibutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk sampai di Kendari dengan menggunakan pesawat. 

Finally, our holiday was over. Saya ingin menambahkan sedikit informasi mengenai cara untuk sampai di Wakatobi. Pertama, kamu bisa menggunakan pesawat menuju Kendari dan transit menuju Pulau Wangi-wangi. Kemudian, kamu juga bisa menggunakan pesawat dari Makassar-Baaubau-Wanci (ibukota Pulau Wangi-wangi). Jika ingin menggunakan kapal laut juga bisa. Dari Makassar, kamu bisa naik pesawat menuju Bau-bau dan melanjutkan perjalanan menggunakan kapal fery menuju Pulau Wangi-wangi. Untuk paket diving dan snorkling, kamu bisa pilih sesuai budget dan waktu yang kamu punya. Ada beberapa paket diving dan snorkling yang ditawarkan club-club diving di Wakatobi. Bahkan ada diving at night. Paket diving dan snorkling tersebut biasanya sudah termasuk makan siang dan akomodasi kapal. Pastikan semua sudah di rencanakan agar kamu bisa menikmati Wakatobi sepuas-puasnya.  Mungkin sekian cerita saya di Wakatobi. Hope u enjoy it. See yaa in another story....^^


-Gayuh-
17042013-18042013

Diving, I'm in love!! #1

Yeyyyy,,, kali ini saya mendapat penugasan ke Kendari, Sulawesi Tenggara tepatnya pada bulan April 2013. Seperti penugasan-penugasan sebelumnya, saya pun mencari tahu potensi pariwisata di daerah yang akan saya kunjungi ini. Peribahasa "Sambil Menyelam Minum Air" tampaknya sesuai untuk setiap perjalanan dinas saya karena selain menunaikan tugas di daerah tersebut, biasanya disempatkan pula untuk mengunjungi salah satu objek pariwisata di sana. Tentunya ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Pertama, pekerjaan telah selesai dengan cepat sehingga bisa dimanfaatkan untuk refreshing ke objek-objek wisata tersebut walaupun hanya satu hari. Kedua, objek pariwisata tersebut bisa dijangkau dengan mudah. Ketiga tergantung siapa ketua yang memimpin penugasan. Well, saya selalu berharap syarat dan ketentuan tersebut bisa dipenuhi ketika saya bertugas di luar daerah Jakarta.

Setelah tanya-tanya ke mbah google dan mengingat-ingat memori di otak, akhirnya muncullah Wakatobi di otak saya. Sebuah objek wisata yang mengandalkan keindahan bawah lautnya yang di klaim sebagai surganya para dive master. Saya sempat berharap bisa mengunjungi tempat ini pada saat pekerjaan bisa selesai lebih cepat. Dan ternyata Alloh mengizinkan saya dan tim untuk mampir walaupun hanya satu hari. Alhamdulillah.

Kesempatan ini sebenarnya sudah ditawarkan sejak pertama kali kami datang. Teman kantor kami di Kendari menawarkan untuk mampir ke Wakatobi karena ada paket pekerjaan yang harus kami lihat di Pulau Buton. Kata mereka tanggung kalau sudah sampe ke Buton tapi tidak mampir ke Wakatobi. Padahal kami harus menempuh empat jam perjalanan dari Pulau Buton ke Wakatobi dengan menggunakan kapal feri. Tapi karena kesempatan yang langka untuk ke Wakatobi, maka akhirnya kami setuju untuk mampir ke Wakatobi setelah pekerjaan di Pulau Buton selesai.


Hari Selasa tanggal 16 April 2013 pukul 12.00 WITA, kami berangkat ke Wakatobi dari Pelabuhan Murhum Kota Baubau di Pulau Buton. Ada sekitar 12 orang yang menemani kami ke Wakatobi. Salah satunya adalah Pak Bahrun, penduduk asli Wakatobi. Beliau-lah yang merekomendasi resort tempat kami menginap. Kami pun menginap di Patuna Resort yang berada di Pulau Wangi-wangi. Jadi Wakatobi adalah nama kepulauan yang terletak di sebelah tenggara Kota Kendari. Wakatobi sendiri singkatan dari Pulau WAngi-wangi, KAledupa, TOmia, dan BInongko. Selain 4 pulau besar ini, terdapat pula pulau-pulau kecil yang mengelilinginya. Semua pulau di Kepulauan Wakatobi mempunyai wisata bawah laut yang sangat indah. Namun kata Pak Bahrun, pulau yang menawarkan pemandangan bawah laut paling indah adalah Pulau Tomia. Sayangnya, pulau ini sudah dikelola oleh orang asing. Di Pulau Tomia, segala fasilitas sudah lengkap seperti resort-resort dan bandara untuk penerbangan langsung dari dan ke Bali. Satu lagi contoh lemahnya pemerintah dalam menjaga dan memajukan pariwisata yang kita miliki. Mendengar hal tersebut, saya merasa miris dan hanya bisa berdoa semoga tidak ada lagi objek-objek pariwisata yang dikelola oleh pihak asing.

Setelah hampir 4 jam berada di kapal feri, akhirnya kami sampai di Dermaga Mandati, Pulau Wangi-Wangi. Pulau ini merupakan gerbang menuju keindahan Wakatobi. Kami pun langsung menuju ke resort tempat kami menginap yaitu Patuna Resort. Perjalanan dari Dermaga Mandati menuju resort dapat ditempuh selama sekitar 30 menit. Sesampainya di resort, kami pun mengurus check-in dan pembagian kamar. Kesan pertama saya adalah I like the concept of the resort. Resort kami berada persis dipinggir pantai dengan konsep cottage berbentuk rumah panggung yang terbuat dari kayu. Jadi nuansa pesisir pantai nya begitu berasa. It's so traditional. Cocok sekali untuk refreshing dan rehat dari kehidupan kota. Walaupun pantai yang berada di pinggir resort bukanlah pantai dengan pasir putih yang lembut, tapi pantai ini mempunyai keindahan tersendiri. Air lautnya masih jernih sehingga warna gradasi dari biru muda sampai biru tua masih terlihat. Tidak hanya itu, setiap pagi kami bisa menikmati sunrise dari depan kamar cottage kami. Subhanalloh, i can't ask for more

Setelah hampir sekitar 30 menit mengurus check-in dan pembagian kamar, akhirnya kami menuju ke kamar kami masing-masing. Saya dan Mba Lasnita berada dalam satu kamar dan kami pun bergantian membersihkan diri dan istirahat sejenak sebelum makan malam. Kamar kami membelakangi pantai. Tapi terdapat balkon yang menghadap pantai sehingga bisa kami gunakan untuk melihat pantai atau sunrise. 

Kasuami
Malam ini kami makan malam di restoran hotel. Dengan menu yang sudah dipesan sebelumnya, kami pun bersama-sama menikmati hidangan malam itu. Ada yang spesial pada makan malam kali ini yaitu ada menu makanan khas Wakatobi. Orang-orang menyebutnya "Kasuami". Namanya cukup unik untuk saya dan teman-teman saya. Ternyata bukan hanya namanya yang unik, tapi rasa nya juga unik. Kasuami sendiri terbuat dari singkong. Saya tidak begitu paham tentang cara pembuatannya, tapi bentuknya hampir sama seperti ketan putih dengan tekstur yang beda. Ada dua jenis Kasuami, yang pertama teksturnya kering dan yang kedua agak kenyal. Rasanya hampir mendekati hambar. Oleh karena itu, kami disarankan memakannya bersamaan dengan lauk. Mungkin Kasuami sendiri bisa mengganti fungsi nasi bagi masyarakat di sana. 

Makan malam pun selesai, beberapa diantara kami masih ada yang mengobrol. Saya bersama Mba Lasnita, Mas Rifky dan Pak Nasrun memilih balkon restoran yang berada persis di pinggir pantai untuk mengobrol. Setelah hampir berjam-jam mengobrol ditemani semilir angin pantai malam itu, akhirnya kami memilih untuk beristirahat karena besok akan jadi hari yang menyenangkan. ^^



to be continued....
-Gayuh-
16042013