Pages

Saturday, April 6, 2013

Ternate Bahari Berkesan #3

Masih ingatkah pelajaran sejarah SD/SMP yang bercerita mengenai kerajaan islam di Indonesia? Diantara kerajaan-kerajaan islam yang berjaya pada saat itu, pasti masih teringat tentang Kesultanan Ternate dan Tidore yang juga pernah mencapai masa kejayaannya. Dan kali ini, saya berkesempatan untuk berkunjung ke Pulau Tidore untuk melaksanakan tugas sekaligus bisa mengunjungi beberapa situs sejarah setelah selesai melaksanakan pekerjaan saya.


Kunjungan sehari ke Pulau Tidore ini dalam rangka pengecekan beberapa aset fisik. Setelah selesai melaksanakan tugas, saya bersama ketua tim dan teman saya di ajak untuk berkeliling sejenak di pulau ini. Pulau yang bersebelahan dengan Pulau Ternate ini memiliki kondisi topografi yang mirip dengan Pulau Ternate. Keduanya memiliki gunung berapi yang masih aktif di tengah pulau. Pulau Ternate dengan Gunung Gamalama yang tingginya mencapai 1.715 mdpl dan Pulau Tidore dengan Gunung Kie Marubu yang tingginya mencapai 1730 mdpl. Suasana di Tidore lebih sepi dibandingkan dengan suasana di Ternate. Cocok untuk orang yang ingin menenangkan diri dari hiruk pikuk dan kemacetan kota.


Karena Tidore mempunyai sejarah tentang jaman kerajaan, maka objek pertama yang kami kunjungi adalah Kesultanan Tidore. Kondisi bangunan masih kokoh berdiri dengan gaya melayu yang khas melekat pada bangunan istana tersebut. Berbeda sekali dengan bangunan istana di Keraton Yogyakarta. Namun sayang seribu sayang, istana Kesultanan Tidore ini tidak di lestarikan sebagai cagar budaya. Kabarnya, istana ini sudah tidak dihuni oleh keturunan Sultan Tidore karena mereka sudah bekerja di pulau lain. Kami pun hanya berfoto di depan Istana Tidore dan tidak bisa memasuki istana tersebut. Sumber lain mengatakan bahwa kami bisa memasuki istana dengan pemberitahuan terlebih dahulu kepada penjaga istana. Sehingga, penjaga istana dapat menemani pengunjung yang ingin memasuki istana. Karena kami tidak ada rencana mengunjungi istana ini, kami pun rela tidak bisa masuk dan melihat peninggalan sejarah kejayaan Kesultanan Tidore secara langsung.





Tujuan kami selanjutnya ke benteng peninggalan Portugis. Lokasi benteng ada di sebelah istana Kesultanan Tidore. Untuk sampai di benteng, kami harus mendaki berpuluh-puluh anak tangga. Namun, sebelum sampai tepat di benteng tersebut, kami sudah harus turun. Rombongan yang berada jauh di depan mengatakan bahwa anak tangga yang kami daki buntu. Tidak ada tangga terusan untuk sampai ke benteng. Kami pun hanya melihat benteng tersebut dari anak tangga tempat kami berdiri. Agak kecewa memang saat kami harus turun kembali tanpa bisa sampe ke benteng tersebut. Namun, kekecewaan kami bisa terhapuskan dengan melihat pemandangan laut yang indah dari ketinggian tempat kami berdiri. Ucapan subhanalloh pun terus terucap melihat pemandangan yang indah ini. Terima kasih ya Alloh....



 Wisata budaya dan wisata alam sudah, kini tinggal wisata kuliner. Kata orang Tidore, "belum afdol kalau belum mencoba durian Tidore". Perut kami pun langsung berbunyi tak sabar mencoba durian Tidore yang katanya lebih enak daripada durian Ternate. Tapi, sebelum menyantap durian, perut kami harus diisi terlebih dahulu. Kami pun diajak ke warung makan makanan khas Tidore yang pernah dikunjungi oleh Pak Bondan 'Maknyuss". Menu yang disajikan banyak sekali. Hampir semuanya makanan khas Tidore. Ada papeda yang terbuat dari sagu dan singkong yang bentuknya seperti lem dan ada ikan kuah kuning untuk menemani makan papeda. Kemudian ada gohu yang terbuat dari ikan cakalang mentah dicampur dengan bumbu-bumbu rempah. Ada amo yaitu makanan dari sukun yang direbus dengan santan. Ada juga pisang rebus dan ikan bakar. Dari semua makanan yang disajikan, yang paling saya sukai adalah amo. Rasa sukun rebus tersebut benar-benar enak. Kalau di kampung halaman saya, sukun biasanya digoreng untuk dijadikan keripik sukun. Rasa amo ini juga beda dengan sukun yang direbus oleh nenek saya. Walaopun lidah saya tidak cocok dengan makanan khas Tidore, tapi saya berhasil mencoba semua makanan yang disajikan.

Seletah selesai makan, kami pun melanjutkan perjalanan pulang ke Pulau Ternate. Di sepanjang perjalanan, durian-durian yang di jual oleh warga Tidore tak henti-hentinya memanggil kami. Sepertinya mereka sudah tak sabar untuk berpindah ke perut kami. Kami pun membeli beberapa buah untuk di makan di pinggir pantai sebelum kembali ke Pulau Tidore. Ditemani angin sepoi-sepoi, suara gemuruh ombak dan landscape Pulau Ternate, kami pun menyantap durian dengan lahapnya. Perpaduan yang sempurna menurut saya. Kapan lagi bisa menyantap durian di pinggir pantai dengan pemandangan yang indah.


Durian-durian yang dibeli sudah tinggal kulitnya saja. Kini, waktunya kami pulang ke hotel di Pulau Ternate. Kami naik speedboat selama kurang lebih 7 menit untuk sampai di Pulau Ternate.  Terima kasih untuk wisata budaya dan kuliner yang luar biasa di Pulau Tidore.


-Gayuh-
05032013