Pages

Friday, June 20, 2014

Kapangeranan Gebang Kinatar

I'm always interested in Indonesian culture, historical site and everything related to culture and history. Salah satu favorit saya adalah ketika bisa berkunjung ke bangunan-bangunan yang mempunyai nilai sejarah dan budaya. Contohnya keraton, candi-candi, desa adat, museum, dan objek wisata lainnya. Beruntungnya saya, pekerjaan saya kali ini membawa saya ke sebuah cagar budaya yang terletak di Cigugur, Kabupaten Kuningan. Pada tahun 2011, Kementerian Pekerjaan Umum melalui Satker Penataan Bangunan dan Lingkungan Strategis (PBLS) Direktorat Jenderal Cipta Karya melaksanakan Pekerjaan Pelaksanaan Renovasi Cagar Budaya Nasional Tripanca Tunggal Cibubur, Kab. Kuningan Jawa Barat. Gedung Tripanca Tunggal ini secara resmi disebut Gedung Paseban Tri Panca Tunggal yang merupakan bangunan keraton milik Kepangeranan Gebang Kinatar Kuningan. Sebelumnya saya hampir tidak pernah mendengar tentang kerajaan/kepangeranan di Kuningan ini. Tetapi begitu mendengar bahwa saya akan mengunjungi salah satu keraton yang masih dipimpin oleh seorang raja dan masih melestarikan budaya dan adat setempat, maka saya pun tidak bisa menutupi antusiasme saya. 

Cagar budaya yang telah direnovasi tersebut menggunakan dana APBN Tahun Aggaran 2011. Pembangunan tersebut juga telah rampung pada tahun yang sama. Pada tahun 2014 ini, Satker PBLS akan melaksanakan proses hibah atas aset tersebut yang akan diserahterimakan kepada Yayasan Tri Mulya yang diketuai oleh pangeran dari Kepangeranan Gebang Kinatar. Dalam proses hibah ini, saya dan tim dari Inspektorat Jenderal yang berperan sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) mempunyai tugas untuk memeriksa asset yang akan dihibahkan. Hal tersebut sesuai dengan yang diamanahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara. Hasil dari pemeriksaan asset ini akan dijadikan sebagai salah satu dokumen kelengkapan proses pengajuan hibah kepada Kementerian Keuangan. Setelah pengajuan proses hibah ini disetujui, maka Satker PBLS dapat melakukan serah terima aset cagar budaya ini untuk selanjutnya dikelola oleh Yayasan Tri Mulya. Untuk selanjutnya, Yayasan Tri Mulya lah yang bertanggung jawab dalam mengelola dan memelihara bangunan ini. Hal ini tentunya akan memudahkan dalam pelestarian Gedung Paseban Tri Panca Tunggal agar tidak cepat rusak.

Hari Rabu, 18 Juni 2014, saya dan tim dari PBLS berangkat menuju Kuningan pukul 11.00 WIB. Rute awal yang akan kami lalui adalah melalui Jatinangor dan Sumedang. Namun, karena kemacetan yang terjadi di Sumedang, maka kami memutuskan untuk berputar dan melewati rute Lembang-Subang. Perjalanan menuju Kuningan ini menghabiskan waktu yang sangat lama dibandingkan waktu normal yang biasa ditempuh. Total waktu perjananan yang kami tempuh adalah 9,5 jam termasuk waktu makan dan sholat. Akhirnya pukul 20.30 WIB, kami sampai di Kepangeranan Gebang Kinatar dan langsung disambut oleh Bu Dewi yang merupakan putri dari Raja Kepangeranan Gebang Kinatar. Bu Dewi langsung mengajak kami untuk bertemu dengan Rama-panggilan Raja-di ruang Srimanganti. Kami pun menyampaikan maksud dan tujuan kunjungan kami di Gedung Paseban ini. Obrolan tidak berlangsung lama, kami pun diajak untuk makan malam di ruang Jinem. 

Waktu sudah cukup malam, kami pun kembali ke Ruang Sirimanganti untuk bertemu Raja dan Ratu dan pamit menuju hotel. Pagi harinya, Kamis, 19 Juni 2014, kami kembali ke Gedung Paseban Tri Panca untuk melaksanakan tugas kami. Sesampainya di lokasi, kami kembali disambut oleh Rama dan Ratu di Ruang Sirimanganti. Tiba-tiba pikiran saya kembali ke masa kerajaan ini masih berjaya. Mungkin saat saya bertemu dengan raja dan ratu pada saat itu, saya harus melalui prosesi adat dan pastinya tidak sembarang orang yang bisa bertemu beliau. Mungkin juga, raja dan ratu ini tidak memakai baju biasa seperti orang kebanyakan, melainkan baju adat raja dan ratu yang sering kita lihat dalam film-film kolosal di TV.

Well, membayangkan saya berada di masa keemasan kerajaan sudah cukup membuat saya senang. Apalagi ditambah dengan cerita langsung dari Rama tentang babad Kepangeranan Gebang Kinatar ini. Karena lumayan penasaran mengenai sejarah kerajaan ini, saya pun bertanya langsung bagaimana kerajaan ini bisa terbentuk dan masih melanjutkan keturunannya untuk melestarikan adat dan budaya kerajaan. Walaupun secara administrasi tidak memimpin wilayah Kuningan saat ini, namun warga sekitar masih menghormati dan menghargai Rama sebagai Raja di Kepangeranan Gebang Kinatar ini. Berdasarkan cerita Rama pagi ini, Kepangeranan Gebang ini awalnya dibagi menjadi 3 Kesultanan, yaitu Kanoman, Kasepuhan, Kacirebonan. Kemudian terjadi perebutan antara 3 kesultanan tersebut, maka untuk menghindari Belanda yang waktu itu, dipindahlah Kepangeranan Gebang ke daerah Cigugur ini. Alasan pemindahan ke Cigugur adalah karena daerah ini merupakan basis dari tentara Kerajaan Mataram. Kepangeranan Gebang bekerja sama dengan Kerajaan Mataram untuk melawan Belanda. Pada akhirnya Kepangeranan Gebang dibubarkan dan keturunan Raja Gebang pada saat itu yang kebetulan adalah Kakek dari Rama bersembunyi dari Belanda dan membangun padepokan untuk mengajarkan mengenai masalah sejarah dan budaya kepada Masyarakat. Namun sayangnya, Belanda berhasil menemukan padepokan ini, maka Raja Gebang saat itu dibuang ke Bedigul di Irian Jaya. 

Walapun Rama sudah memasuki usia ke-82, tapi beliau masih sangat lancar dalam menceritakan tentang sejarah dari Kepangeranan Gebang ini. Dalam ceritanya, Rama menjelaskan bahwa Gebang ini bukanlah suatu kerajaan, bahkan beliau sendiri menyebut dirinya bukanlah seorang raja, melainkan hanya keturunan dari Kepangeranan Gebang Kinatar. Oleh karena itulah, sampai sekarang Rama dan keluarganya tetap mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa dalam komunitas adat Sunda. Menurut beliau, daerah ini adalah satu-satunya daerah yang plural. Semua agama ada disini, namun satu sama lain saling menghargai. Moto atau slogan yang masih mengakar di sini adalah "Sekalipun tidak sepengakuan, kita harus sepengertian". Sepengertian tersebut mengandung makna bahwa masing-masing individu harus mempunyai kesadaran berbangsa dan bernegara. Itulah yang mendorong masyarakat disekitar masih mempunyai toleransi beragama yang sangat tinggi. Bisa dibilang konflik karena gesekan keyakinan belum pernah terjadi. Sangat indah dibayangkan jika Indonesia yang saya cintai ini bisa terhindar dari konflik horizontal dan bisa hidup dengan damai walaupun mempunyai keyakinan, suku, dan ras yang berbeda-beda.

Setiap tahunnya, tepatnya tanggal 22 Rayagung dalam penanggalan Sunda, Kepangeranan Gebang Kinatar ini mengadakan perayaan Seren Taun. Semua masyarakat adat ikut serta dalam perayaan ini. Bukan hanya masyarakat dari sekitar Cigugur saja, namun dari berbagai wilayah di Indonesia juga ikut berpartisipasi dalam perayaan ini. Bahkan wisatawan mancanegara juga turut serta menjadi bagian dalam perayaan Seren Tahun ini. Pesan-pesan yang disampaikan dalam upacara adat ini begitu kuat sehingga ia seperti pesona budaya dan menjadi refleksi rohani bagi kehidupan manusia. Perayaan ini berlangsung selama 5 hari. Hari terakhir menjadi puncak dari perayaan. Well, setelah mendengar cerita singkat dari Rama, saya cukup penasaran untuk melihat perayaan ini. Tiba-tiba saja tercetus ide untuk mengunjungi Cigugur saat perayaan Seren Taun tahun ini digelar. Ada yang tertarik?

Cerita tentang Seren Taun ini menutup cerita singkat dari Rama pagi ini. Kami pun segera melaksanakan tugas utama kami disini. Pengecekan terhadap aset Gedung Paseban Tri Panca berlangsung selama kurang lebih 3 jam. Pukul 13.00 WIB, kami berhasil menyelesaikan tugas kami dan kembali ke Ruang Sirimanganti untuk berbincang-bincang sejenak dengan Bu Dewi, Rama dan Ratu sebelum melanjutkan dengan makan siang. Setelah selesai makan siang, kami pun pamit untuk kembali ke Bandung. Sebelumnya, kami tidak melewatkan untuk berfoto bersama dengan keluarga Kepangarenan Gebang Kinatar. Rasanya masih ingin tinggal dan menikmati bangungan bersejarah ini. This building is so unique dan membuat saya merasakan suasana masa-masa kerajaan dulu. Namun, tugas sudah selesai dilaksanakan. Kami pun harus kembali ke Bandung dan melanjutkan tugas yang masih menunggu disana.


-gayuh-
ditulis di Bandung 20062014

Kapangeranan Gebang Kinatar

I'm always interested in Indonesian culture, historical site and everything related to culture and history. Salah satu favorit saya adalah ketika bisa berkunjung ke bangunan-bangunan yang mempunyai nilai sejarah dan budaya. Contohnya keraton, candi-candi, desa adat, museum, dan objek wisata lainnya. Beruntungnya saya, pekerjaan saya kali ini membawa saya ke sebuah cagar budaya yang terletak di Cigugur, Kabupaten Kuningan. Pada tahun 2011, Kementerian Pekerjaan Umum melalui Satker Penataan Bangunan dan Lingkungan Strategis (PBLS) Direktorat Jenderal Cipta Karya melaksanakan Pekerjaan Pelaksanaan Renovasi Cagar Budaya Nasional Tripanca Tunggal Cibubur, Kab. Kuningan Jawa Barat. Gedung Tripanca Tunggal ini secara resmi disebut Gedung Paseban Tri Panca Tunggal yang merupakan bangunan keraton milik Kepangeranan Gebang Kinatar Kuningan. Sebelumnya saya hampir tidak pernah mendengar tentang kerajaan/kepangeranan di Kuningan ini. Tetapi begitu mendengar bahwa saya akan mengunjungi salah satu keraton yang masih dipimpin oleh seorang raja dan masih melestarikan budaya dan adat setempat, maka saya pun tidak bisa menutupi antusiasme saya. 

Cagar budaya yang telah direnovasi tersebut menggunakan dana APBN Tahun Aggaran 2011. Pembangunan tersebut juga telah rampung pada tahun yang sama. Pada tahun 2014 ini, Satker PBLS akan melaksanakan proses hibah atas aset tersebut yang akan diserahterimakan kepada Yayasan Tri Mulya yang diketuai oleh pangeran dari Kepangeranan Gebang Kinatar. Dalam proses hibah ini, saya dan tim dari Inspektorat Jenderal yang berperan sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) mempunyai tugas untuk memeriksa asset yang akan dihibahkan. Hal tersebut sesuai dengan yang diamanahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara. Hasil dari pemeriksaan asset ini akan dijadikan sebagai salah satu dokumen kelengkapan proses pengajuan hibah kepada Kementerian Keuangan. Setelah pengajuan proses hibah ini disetujui, maka Satker PBLS dapat melakukan serah terima aset cagar budaya ini untuk selanjutnya dikelola oleh Yayasan Tri Mulya. Untuk selanjutnya, Yayasan Tri Mulya lah yang bertanggung jawab dalam mengelola dan memelihara bangunan ini. Hal ini tentunya akan memudahkan dalam pelestarian Gedung Paseban Tri Panca Tunggal agar tidak cepat rusak.

Hari Rabu, 18 Juni 2014, saya dan tim dari PBLS berangkat menuju Kuningan pukul 11.00 WIB. Rute awal yang akan kami lalui adalah melalui Jatinangor dan Sumedang. Namun, karena kemacetan yang terjadi di Sumedang, maka kami memutuskan untuk berputar dan melewati rute Lembang-Subang. Perjalanan menuju Kuningan ini menghabiskan waktu yang sangat lama dibandingkan waktu normal yang biasa ditempuh. Total waktu perjananan yang kami tempuh adalah 9,5 jam termasuk waktu makan dan sholat. Akhirnya pukul 20.30 WIB, kami sampai di Kepangeranan Gebang Kinatar dan langsung disambut oleh Bu Dewi yang merupakan putri dari Raja Kepangeranan Gebang Kinatar. Bu Dewi langsung mengajak kami untuk bertemu dengan Rama-panggilan Raja-di ruang Srimanganti. Kami pun menyampaikan maksud dan tujuan kunjungan kami di Gedung Paseban ini. Obrolan tidak berlangsung lama, kami pun diajak untuk makan malam di ruang Jinem. 

Waktu sudah cukup malam, kami pun kembali ke Ruang Sirimanganti untuk bertemu Raja dan Ratu dan pamit menuju hotel. Pagi harinya, Kamis, 19 Juni 2014, kami kembali ke Gedung Paseban Tri Panca untuk melaksanakan tugas kami. Sesampainya di lokasi, kami kembali disambut oleh Rama dan Ratu di Ruang Sirimanganti. Tiba-tiba pikiran saya kembali ke masa kerajaan ini masih berjaya. Mungkin saat saya bertemu dengan raja dan ratu pada saat itu, saya harus melalui prosesi adat dan pastinya tidak sembarang orang yang bisa bertemu beliau. Mungkin juga, raja dan ratu ini tidak memakai baju biasa seperti orang kebanyakan, melainkan baju adat raja dan ratu yang sering kita lihat dalam film-film kolosal di TV.

Well, membayangkan saya berada di masa keemasan kerajaan sudah cukup membuat saya senang. Apalagi ditambah dengan cerita langsung dari Rama tentang babad Kepangeranan Gebang Kinatar ini. Karena lumayan penasaran mengenai sejarah kerajaan ini, saya pun bertanya langsung bagaimana kerajaan ini bisa terbentuk dan masih melanjutkan keturunannya untuk melestarikan adat dan budaya kerajaan. Walaupun secara administrasi tidak memimpin wilayah Kuningan saat ini, namun warga sekitar masih menghormati dan menghargai Rama sebagai Raja di Kepangeranan Gebang Kinatar ini. Berdasarkan cerita Rama pagi ini, Kepangeranan Gebang ini awalnya dibagi menjadi 3 Kesultanan, yaitu Kanoman, Kasepuhan, Kacirebonan. Kemudian terjadi perebutan antara 3 kesultanan tersebut, maka untuk menghindari Belanda yang waktu itu, dipindahlah Kepangeranan Gebang ke daerah Cigugur ini. Alasan pemindahan ke Cigugur adalah karena daerah ini merupakan basis dari tentara Kerajaan Mataram. Kepangeranan Gebang bekerja sama dengan Kerajaan Mataram untuk melawan Belanda. Pada akhirnya Kepangeranan Gebang dibubarkan dan keturunan Raja Gebang pada saat itu yang kebetulan adalah Kakek dari Rama bersembunyi dari Belanda dan membangun padepokan untuk mengajarkan mengenai masalah sejarah dan budaya kepada Masyarakat. Namun sayangnya, Belanda berhasil menemukan padepokan ini, maka Raja Gebang saat itu dibuang ke Bedigul di Irian Jaya. 

Walapun Rama sudah memasuki usia ke-82, tapi beliau masih sangat lancar dalam menceritakan tentang sejarah dari Kepangeranan Gebang ini. Dalam ceritanya, Rama menjelaskan bahwa Gebang ini bukanlah suatu kerajaan, bahkan beliau sendiri menyebut dirinya bukanlah seorang raja, melainkan hanya keturunan dari Kepangeranan Gebang Kinatar. Oleh karena itulah, sampai sekarang Rama dan keluarganya tetap mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa dalam komunitas adat Sunda. Menurut beliau, daerah ini adalah satu-satunya daerah yang plural. Semua agama ada disini, namun satu sama lain saling menghargai. Moto atau slogan yang masih mengakar di sini adalah "Sekalipun tidak sepengakuan, kita harus sepengertian". Sepengertian tersebut mengandung makna bahwa masing-masing individu harus mempunyai kesadaran berbangsa dan bernegara. Itulah yang mendorong masyarakat disekitar masih mempunyai toleransi beragama yang sangat tinggi. Bisa dibilang konflik karena gesekan keyakinan belum pernah terjadi. Sangat indah dibayangkan jika Indonesia yang saya cintai ini bisa terhindar dari konflik horizontal dan bisa hidup dengan damai walaupun mempunyai keyakinan, suku, dan ras yang berbeda-beda.

Setiap tahunnya, tepatnya tanggal 22 Rayagung dalam penanggalan Sunda, Kepangeranan Gebang Kinatar ini mengadakan perayaan Seren Taun. Semua masyarakat adat ikut serta dalam perayaan ini. Bukan hanya masyarakat dari sekitar Cigugur saja, namun dari berbagai wilayah di Indonesia juga ikut berpartisipasi dalam perayaan ini. Bahkan wisatawan mancanegara juga turut serta menjadi bagian dalam perayaan Seren Tahun ini. Pesan-pesan yang disampaikan dalam upacara adat ini begitu kuat sehingga ia seperti pesona budaya dan menjadi refleksi rohani bagi kehidupan manusia. Perayaan ini berlangsung selama 5 hari. Hari terakhir menjadi puncak dari perayaan. Well, setelah mendengar cerita singkat dari Rama, saya cukup penasaran untuk melihat perayaan ini. Tiba-tiba saja tercetus ide untuk mengunjungi Cigugur saat perayaan Seren Taun tahun ini digelar. Ada yang tertarik?

Cerita tentang Seren Taun ini menutup cerita singkat dari Rama pagi ini. Kami pun segera melaksanakan tugas utama kami disini. Pengecekan terhadap aset Gedung Paseban Tri Panca berlangsung selama kurang lebih 3 jam. Pukul 13.00 WIB, kami berhasil menyelesaikan tugas kami dan kembali ke Ruang Sirimanganti untuk berbincang-bincang sejenak dengan Bu Dewi, Rama dan Ratu sebelum melanjutkan dengan makan siang. Setelah selesai makan siang, kami pun pamit untuk kembali ke Bandung. Sebelumnya, kami tidak melewatkan untuk berfoto bersama dengan keluarga Kepangarenan Gebang Kinatar. Rasanya masih ingin tinggal dan menikmati bangungan bersejarah ini. This building is so unique dan membuat saya merasakan suasana masa-masa kerajaan dulu. Namun, tugas sudah selesai dilaksanakan. Kami pun harus kembali ke Bandung dan melanjutkan tugas yang masih menunggu disana.


-gayuh-
ditulis di Bandung 20062014