Pages

Friday, October 4, 2013

Tana Toraja : Negerinya Orang Mati yang Hidup

Persawahan di Toraja Utara yang masih hijau
Sebutan untuk Tana Toraja seperti yang ada pada judul di atas saya temukan ketika saya mencoba mencari tau tentang Tana Toraja dengan mengetik Toraja di google. Seketika banyak sekali artikel-artikel yang bercerita mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Tana Toraja seperti objek wisata, budaya, dan Bahasa Toraja. Kebetulan, pada bulan Mei akhir sampai Juni awal, saya ditugaskan ke Makassar selama 14 hari. Selama 2 hari 1 malam, tepatnya tanggal 1 dan 2 Juni 2013, saya berkunjung ke Tana Toraja karena ada pekerjaan lapangan yang harus diselesaikan di sana. Saya berangkat bersama ketua tim, rekan tim dan beberapa rekan kerja di Makassar. Kami berangkat dari Kab. Palopo tanggal 1 Juni 2013 pukul 07.00 WITA. Kami melalui perbukitan dengan jalan yang menanjak dan berkelok-kelok. Sepanjang jalan, mata kami disuguhi pemandangan yang indah. Hijaunya pepohonan dan birunya langit sepanjang jalan membuat kami menikmati perjalanan ini. Saat mobil sudah memasuki wilayah Toraja, kami disambut dengan rumah-rumah adat Toraja di kanan kiri kami sepanjang jalan yang menandakan bahwa adat dan budaya di sini masih sangat kental. Saya pribadi selalu excited kalau ditugaskan ke suatu daerah yang mempunyai adat dan budaya yang unik. Selain bekerja, saya juga bisa melihat secara langsung adat dan budaya yang melekat di daerah tersebut.

Batu tempat penyimpanan mayat Suku Toraja
Well, sekitar pukul 11.30 WITA, kami sampai di pusat kota Tana Toraja. Kami langsung menuju hotel untuk check-in dan menaruh barang-barang kami sebelum kami melanjutkan perjalanan ke lokasi pekerjaan. Setelah sholat dan menaruh barang-barang, kami pun melanjutkan makan siang dan langsung menuju ke Toraja Utara untuk melihat proyek pekerjaan Pembangunan Embung Sungai Minangka Toraja Utara. Medan yang kami lalui ternyata cukup sulit. Saat kami sudah memasuki Toraja Utara, jalan sudah tidak beraspal lagi digantikan dengan jalan menanjak berbatu dan jalan tanah berlumpur di beberapa titik. Karena mobil yang kami naiki tidak bisa menanjak dan melewati jalan menanjak berbatu, akhirnya kami pindah ke mobil type 4WD (kalo tidak salah ingat^^). Walaupun jalan yang kami lalui sangat sulit, tapi kami terhibur oleh pemandangan hamparan sawah hijau bertingkat dengan rumah adat dan batu-batu besar tempat penyimpanan mayat-mayat suku Toraja. Untuk hal yang terakhir memang cukup membuat merinding. Tapi desa ini benar-benar masih terasa sangat tradisional. Saya bisa melihat langsung desa adat Toraja dengan budaya nya yang masih kental.

Jalan berlumpur menyebabkan ban mobil selip
Akhirnya setelah melalui jalan yang lebih cocok untuk jalur off-road cukup lama, kami tiba di lokasi proyek sekitar pukul 15.00 WITA. Hujan pun tiba-tiba mengguyur membuat mobil kami semakin susah untuk mencapai lokasi proyek karena jalan yang harus kami lalui menjadi becek dan kalau tidak hati-hati ban bisa selip. Tapi untunglah kami bisa sampai ke lokasi dengan selamat. Kami turun ke pinggir sungai dengan didampingi oleh beberapa pengawas lapangan. Kami pun tak lama singgah di sini karena hujan semakin deras. Hanya mengambil beberapa foto item pekerjaan yang sudah bisa terlihat. Saat perjalanan pulang, mobil yang kami naiki selip di tikungan tajam menanjak karena jalan tanah menjadi sangat becek. Saya turun dari mobil untuk mengambil gambar dan merekam para bekerja dan beberapa warga saat membantu mendorong mobil kami sampai ke atas di jalan yang sedikit kering.

Waktu sudah menunjukkan pukul 16.04 WITA. Langit sudah mulai gelap karena hujan dan kami masih berada di desa yang sangat jauh dari pusat kota. Seketika I felt that I had traveled so far away from my home. Bukan sedih yang saya rasakan, tapi lebih ke grateful karena kesempatan yang diberikan Alloh SWT sehingga saya bisa sampai ke desa terpencil ini. Apa maksudnya? Maksudnya adalah ini akan menjadi pengalaman saya secara langsung pernah mengunjungi suatu desa terpencil di Toraja Utara dengan hamparan sawah yang indah dan simbol adat budaya yang masih kental. 

Setelah berjam-jam melewati jalan menurun berbatu dan berlumpur, ditambah dengan gelapnya malam tanpa lampu jalan di kanan kiri kami, akhirnya kami sampai di pusat kota Tana Toraja. Kami pun langsung mencari warung makan untuk makan malam kami. Kami tiba di hotel sekitar pukul 09.10 WITA dan bergegas membersihkan diri dan tidur karena besok acaranya adalaaaaahhhhhh holidayyyyy!!!^^

seyaaa in the next chapter....

-Gayuh-
01-02062013