Sebagai lulusan ekonomi yang bekerja di institusi
pemerintah yang bergerak dibidang pembangunan insfrastruktur, sudah dipastikan
banyak hal-hal yang saya tidak ketahui mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
keteknikan. Untungnya, saya diberi kesempatan untuk mengikuti diklat keteknikan
bersama teman-teman angkatan 2010. Kami dibagi kedalam dua kelompok dalam
diklat keteknikan kali ini. Kelompok saya mengikuti Bimbingan Teknis Jalan dan
Jembatan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan di
Ujungberung, Bandung pada tanggal 19-21 Desember 2012. Sedangkan kelompok yang
kedua mengikuti Bimbingan Teknis Permukiman di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Permukiman di Jatinangor pada tanggal 20-22 Desember 2012.
Hari pertama Bintek Jalan dan Jembatan diisi
dengan pembukaan yang dilanjutkan dengan penjelasan mengenai aspal dan
pengujian beberapa alat yang berkaitan dengan aspal. Walaupun susah untuk
paham, setidaknya saya mencoba untuk mencerna apa yang diajarkan oleh para
narasumber. Penjelasan mengenai aspal hari ini dilakukan di laboratorium aspal.
Dimulai dengan pengujian test pit yaitu
mengambil sampel aspal untuk diuji kadar aspal dan analisa saringan.
Pengujian selanjutnya pengambilan sample aspal
yang biasanya disebut dengan 'nge-core' yang menggunakan alat bernama core
drill. Sampel aspal yang terambil nantinya digunakan untuk menguji
kepadatan dan ketebalan aspal yang kemudian akan dilakukan pengecekan lebih
lanjut di laboratorium. Kemudian, kami menggunakan alat bernama sandcone untuk menguji kepadatan tanah
atau agregat lapis A dan B. Jika anda bertanya apa itu lapis A atau lapis B,
sebaiknya anda langsung tanya kepada teman anda yang lulus sebagai sarjana
teknik sipil. Tujuan untuk menguji kepadatan tanah adalah untuk mengetahui
apakah tanah yang diuji sudah sesuai dengan standar kepadatan tanah. Untuk
membangun fondasi, standar kepadatan tanah yang disyaratkan adalah sebesar 98
%. Jika pada saat pengujian terbukti tanah tersebut kurang padat, maka
kontraktor harus memadatkan lagi sehingga standar kepadatan tanah dapat
tercapai.
Alat keempat yang kami pakai adalah Dynamic Cone. Alat ini digunakan untuk
mengukur ketebalan tanah. Data-data yang didapat dari alat ini kemudian diolah
dan dihitung kembali sehingga menghasilkan nilai CBR (Callifornia Bearing Ratio). Standar CBR yang bagus untuk jalan
adalah 93-95% yang berarti tanah tersebut sudah memenuhi standar ketebalan
tanah untuk pembangunan jalan.
Semua pengujian di atas merupakan pengalaman
pertama bagi saya. Walaopun saya tidak sampai paham secara mendalam mengenai
pengujian aspal tersebut, tapi ini merupakan ilmu yang baru buat saya. Sempat
terpikir kenapa saya dulu tidak tertarik dengan teknik sipil. Tapi bukan
berarti saya menyesal menjadi lulusan ekonomi. Dalam hal ini saya hanya
mengagumi ilmu-ilmu dalam teknik sipil yang prakteknya bisa membuat
bangunan-bangunan konstrtruksi seperti jalan, jembatan, bangunan gedung dan
bangunan air. Semoga materi yang disampaikan hari ini dapat berguna untuk saya
dan teman-teman saya dalam menjalankan tugas selanjutnya.
-Gayuh-
No comments:
Post a Comment