Pages

Tuesday, February 12, 2013

Jalan dan Jembatan #1

Sebagai lulusan ekonomi yang bekerja di institusi pemerintah yang bergerak dibidang pembangunan insfrastruktur, sudah dipastikan banyak hal-hal yang saya tidak ketahui mengenai hal-hal yang berhubungan dengan keteknikan. Untungnya, saya diberi kesempatan untuk mengikuti diklat keteknikan bersama teman-teman angkatan 2010. Kami dibagi kedalam dua kelompok dalam diklat keteknikan kali ini. Kelompok saya mengikuti Bimbingan Teknis Jalan dan Jembatan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan di Ujungberung, Bandung pada tanggal 19-21 Desember 2012. Sedangkan kelompok yang kedua mengikuti Bimbingan Teknis Permukiman di Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman di Jatinangor pada tanggal 20-22 Desember 2012.

Hari pertama Bintek Jalan dan Jembatan diisi dengan pembukaan yang dilanjutkan dengan penjelasan mengenai aspal dan pengujian beberapa alat yang berkaitan dengan aspal. Walaupun susah untuk paham, setidaknya saya mencoba untuk mencerna apa yang diajarkan oleh para narasumber. Penjelasan mengenai aspal hari ini dilakukan di laboratorium aspal. Dimulai dengan pengujian test pit yaitu mengambil sampel aspal untuk diuji kadar aspal dan analisa saringan. 
 
Pengujian selanjutnya pengambilan sample aspal yang biasanya disebut dengan 'nge-core' yang menggunakan alat bernama core drill. Sampel aspal yang terambil nantinya digunakan untuk menguji kepadatan dan ketebalan aspal yang kemudian akan dilakukan pengecekan lebih lanjut di laboratorium. Kemudian, kami menggunakan alat bernama sandcone untuk menguji kepadatan tanah atau agregat lapis A dan B. Jika anda bertanya apa itu lapis A atau lapis B, sebaiknya anda langsung tanya kepada teman anda yang lulus sebagai sarjana teknik sipil. Tujuan untuk menguji kepadatan tanah adalah untuk mengetahui apakah tanah yang diuji sudah sesuai dengan standar kepadatan tanah. Untuk membangun fondasi, standar kepadatan tanah yang disyaratkan adalah sebesar 98 %. Jika pada saat pengujian terbukti tanah tersebut kurang padat, maka kontraktor harus memadatkan lagi sehingga standar kepadatan tanah dapat tercapai.  
 
Alat keempat yang kami pakai adalah Dynamic Cone. Alat ini digunakan untuk mengukur ketebalan tanah. Data-data yang didapat dari alat ini kemudian diolah dan dihitung kembali sehingga menghasilkan nilai CBR (Callifornia Bearing Ratio). Standar CBR yang bagus untuk jalan adalah 93-95% yang berarti tanah tersebut sudah memenuhi standar ketebalan tanah untuk pembangunan jalan. 

Semua pengujian di atas merupakan pengalaman pertama bagi saya. Walaopun saya tidak sampai paham secara mendalam mengenai pengujian aspal tersebut, tapi ini merupakan ilmu yang baru buat saya. Sempat terpikir kenapa saya dulu tidak tertarik dengan teknik sipil. Tapi bukan berarti saya menyesal menjadi lulusan ekonomi. Dalam hal ini saya hanya mengagumi ilmu-ilmu dalam teknik sipil yang prakteknya bisa membuat bangunan-bangunan konstrtruksi seperti jalan, jembatan, bangunan gedung dan bangunan air. Semoga materi yang disampaikan hari ini dapat berguna untuk saya dan teman-teman saya dalam menjalankan tugas selanjutnya. 



-Gayuh-

No comments:

Post a Comment