Pages

Monday, May 20, 2013

Salamaik Manampuah Hiduik Baru...

Sabtu pagi tanggal 30 Maret 2013, kami bersiap-siap untuk menghadiri resepsi pernikahan Uda Adit dan Uni Ira di kediaman Uda Adit. Sekitar pukul 10.00 WIB, kami berdelapan sampai di rumah Uda. Kami langsung ke pelaminan untuk mengucapkan selamat kepada pengantin dan berfoto bersama. Di sini kami juga bertemu rombongan lain dari kantor kami.

Ini merupakan pengalaman pertama saya datang di resepsi dengan adat Minang. Pastinya terdapat banyak perbedaan antara pernikahan adat Minang dengan adat Jawa. Pertama dari baju pengantin, adat Minang lebih didominasi oleh warna merah dan emas. Tidak hanya baju pengantinnya saja, tapi hampir seluruh dekorasi di pelaminan didominasi oleh warna merah dan emas. Tempat pelaminannya pun unik menurut saya. Jadi pelaminannya berada di dalam rumah, mungkin di ruang tamu yang sudah disulap menjadi ruangan berwarna merah dan emas ditambah dengan aksesoris khas Minang. Kedua mempelai tidak di temani oleh kedua orang tua di samping kanan dan kiri. Orang tua mereka berada di luar menyambut tamu-tamu yang baru datang. Berdasarkan cerita dari Uda, adat Minang di resepsi kali ini kurang terlihat karena resepsi ini berada di rumah mempelai laki-laki. Seharusnya kami harus datang pada saat resepsi di tempat mempelai wanita jika ingin melihat pernikahan dengan adat Minang. 

Setelah puas berfoto-foto, kami pun menikmati hidangan yang sudah disediakan. Karena ini pernikahan orang Padang, maka tak heran jika menu yang disajikan pun hampir seperti di warung padang. Ada rendang, sate padang, dan beberapa makanan khas lainnya yang saya tidak ingat namanya. Walaupun menu hidangannya seperti di warung makan padang, namun rasa makanan tersebut pastinya berbeda dengan makanan warung padang yang ada di Jawa. Saya yang tidak terlalu menyukai makanan padang, baru pertama kali ini merasakan makanan padang itu enak. Saat saya makan sate padang di Jakarta, saya pun tidak menyukai makanan ini. Namun, tiba-tiba saya suka dengan sate padang. Rasanya benar-benar beda dengan sate padang yang ada di Jakarta. Mungkin karena saya makan di tempat dimana makanan-makanan tersebut berasal, jadi rasa makanan padangnya pun original dan lebih enak. Sama seperti saya makan mendoan di Jakarta dan di Purwokerto. Pastinya mendoan di Purwokerto-lah yang lebih enak karena ada di daerah asalnya. 

Setelah kenyang menyantap hidangan yang disediakan, kami pun pamit karena akan melanjutkan perjalanan kami ke Bukittinggi. Kami mengantar Pak Dino ke hotel dan sekaligus berganti baju dan menunaikan sholat dhuhur di sana. Oke then, Bukittinggi, we were comiiingggggggggggg..........



-to be continued-

Gayuh
30032013


No comments:

Post a Comment